"Mengenal Lebih Dekat Dengan Titilaras Gamelan Jawa"
Seperti yang telah Mr sampaikan minggu lalu bahwa dalam gending-gending Jawa yang sering digunakan adalah titilaras kepatihan. Titilaras kepatihan memiliki dua bentuk/berwujud yang pertama yaitu berbentuk angka seperti pada laras pelog, 1 2 3 4 5 6 7, dan pada laras slendro 1 2 3 5 6 1 dan yang kedua yaitu sinbol seperti kempul, kenong, ketuk, kempyang , siyem, gong ageng dll. titilaras tersebut bertujuan agar mudah untuk mencatat atau menotasikan nada dalam gamelan. kemudian angka-angka tersebut dalam istilah karawitan biasa dibaca dalam laras pelog : ji, ro, lu, pat, ,a, nem, pi . lalu dalam laras slendro : ji, ro, lu, ma, nem, ji. bukan do, re, mi, fa, so, la, si, maupun do seperti notasi pada musik barat karena nadanya memang lain sekali. jika gamelan Jawa khususnya jogja dan solo itu menggunakan sistem nada pentatonis jika musik barat itu menggunakan nada diatonis. kemudian tinggi rendahnya titilaras untuk laras slendro dan laras pelog itu berbeda.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Nada-nada seperti pada tabel tersebut mudah ditemukan pada instrumen saron demung, saron barung/ricik, saron peking dan slentem. nada pada instrumen saron yang lengkap berbilah 6-7 seperti yang tampak pada bagan di bawah ini.
(Titilaras Pelog)
Penggunan nada 7 dan 4 pada laras pelog dengan patet nem dan penggunaan 1 dan 4 pada laras pelog dengan patet barang hanya digunakan sebagai variasi nada agar ketika didengar lebih syahdu. perhatikan bagan dengan seksama, terdapat nada dengan titik atas , tanpa titik, dan titik bawah artinya nada dengan titik atas berarti nada tinggi. kemudian nada dengan tanpa titik berarti nada sedang/tengah. dan nada dengan titik bawah berarti nada rendah, simbol nada dengan titik atas maupun bawah berlaku pada kedua laras yaitu pelog dan slendro. kemudian perhatikan bagan pada titilaras slendro di bawah ini .
( Titilaras Slendro )
Slentem pada laras slendro memiliki bilahan 7. sementara pada instrumen saron demung, saron barung/ricik, dan saron peking sama-sama memiliki 6 bilahan seperti yang tampak pada bagan di atas.
gending-gending Jawa biasanya pada jaman dahulu dipelajari dengan menggunakan notasi tangga, rantai. tetapi untuk sekarang ini dapat dipelajari dengan menggunakan 2 cara yaitu dengan titilaras kepatihan dan titilaras sariswara atau dewantaran. pada titilaras kepatihan memberikan notasi angka tetap, sama seperti nama bilahan/nada pada gamelan. pada patet apapun ditandai dengan angka-angka yang sama. barang atau penunggul selalu ditandai dengan angka 1, jangga/gulu selalu ditandai dengan angka 2, dan seterusnya. hal ini bertujuan untuk mempermudah belajar karena tidak usah berkali-kali mengganti angka pada bilah gamelan meskipum diganti dengan patet apa saja. yang berubah-ubah hanyalah dasar suara dengan landasan patet.
Sementara sistem pada titilaras sariswara atau dewantaran yang tidak berubah adalah titilarasnya, bilahan gamelan disesuaikan menurut titilarasnya, bilahan gamelan disesuaikan menurut titilaras, dasar suaranya tetap angka 1, bilahan 6 ditandai angka 1, bilahan gulu/jangga ditandai angka 1 sesuai dengan patet yang sedang dihadapi. yang berubah adalah tinggi rendahnya suara, titilaras 1 pada patet nem (6) tidak sama dengan suara titilaras 1 pada patet sanga (9( ataupun patet manyura. jadi, apabila ingin mempelajari gending (lagu) menurut sistem dewantaran ini, kita harus sering mengganti notasinya. ( S.Heliarta: aneka ilmu: 2010).
Komentar
Posting Komentar